Bolehnya Makan dan Minum Sambil Berdiri!
15 Juni 2012
Oleh: Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal
Dalam
masalah ini, sebagian orang bersikap terlalu keras. Demikian sikap kami
pula di masa silam. Namun setelah mengkaji dan melihat serta menimbang
dalil ternyata dapat disimpulkan bahwa minum dan makan sambil berdiri
sah-sah saja, artinya boleh. Karena dalam beberapa riwayat disebutkan
bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah minum sambil berdiri dan
keadaan lain sambil duduk. Intinya, ada kelonggaran dalam hal ini. Tetapi afdholnya dan lebih selamat adalah sambil duduk.Kami awali pembahasan ini dengan melihat beberapa dalil yang menyebutkan larangan makan dan minum sambil berdiri, setelah itu dalil yang menyebutkan bolehnya. Lalu kita akan melihat bagaimana sikap para ulama dalam memandang dalil-dalil tersebut.
Dalil Larangan
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- زَجَرَ عَنِ الشُّرْبِ قَائِمًا
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sungguh melarang dari minum sambil berdiri.” (HR. Muslim no. 2024).Dari Anas radhiyallahu ‘anhu pula, ia berkata,
عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ نَهَى أَنْ يَشْرَبَ الرَّجُلُ قَائِمًا
“Dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di mana beliau melarang seseorang minum sambil berdiri.” Qotadah berkata bahwa mereka kala itu bertanya (pada Anas), “Bagaimana dengan makan (sambil berdiri)?” Anas menjawab, “Itu lebih parah dan lebih jelek.”
(HR. Muslim no. 2024). Para ulama menjelaskan, dikatakan makan dengan
berdiri lebih jelek karena makan itu membutuhkan waktu yang lebih lama
daripada minum.Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَشْرَبَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمْ قَائِمًا فَمَنْ نَسِىَ فَلْيَسْتَقِئْ
“Janganlah sekali-kali salah seorang di antara kalian minum sambil berdiri. Apabila dia lupa maka hendaknya dia muntahkan.” (HR. Muslim no. 2026)Dalil Pembolehan
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu anhuma berkata,
سَقَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ زَمْزَمَ فَشَرِبَ قَائِمًا
“Aku memberi minum kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari air zam-zam, lalu beliau minum sambil berdiri.” (HR. Bukhari no. 1637 dan Muslim no. 2027)Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu anhuma, ia berkata,
كُنَّا نَأْكُلُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَنَحْنُ نَمْشِى وَنَشْرَبُ وَنَحْنُ قِيَامٌ
“Kami dahulu pernah makan di masa Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- sambil berjalan dan kami minum sambil berdiri.”
(HR. Tirmidzi no. 1880 dan Ibnu Majah no. 3301. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih). Dalil ini bahkan menyatakan makan
sambil berjalan.Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, ia berkata,
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَشْرَبُ قَائِمًا وَقَاعِدًا
“Aku pernah melihat Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- minum sambil berdiri, begitu pula pernah dalam keadaan duduk.” (HR. Tirmidzi no. 1883 dan beliau mengatakan hadits ini hasan shahih)Menyikapi Dalil
Al Maziri rahimahullah berkata,
قَالَ الْمَازِرِيّ : اِخْتَلَفَ النَّاس فِي هَذَا ، فَذَهَبَ الْجُمْهُور إِلَى الْجَوَاز ، وَكَرِهَهُ قَوْم
“Para ulama berselisih pendapat tentang masalah ini. Jumhur (mayoritas) ulama berpendapat boleh (makan dan minum sambil berdiri). Sebagian lainnya menyatakan makruh (terlarang).” (Lihat Fathul Bari, 10: 82)Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah berkata,
بَلْ
الصَّوَاب أَنَّ النَّهْي فِيهَا مَحْمُول عَلَى التَّنْزِيه ، وَشُرْبه
قَائِمًا لِبَيَانِ الْجَوَاز ، وَأَمَّا مَنْ زَعَمَ نَسْخًا أَوْ غَيْره
فَقَدْ غَلِطَ ، فَإِنَّ النَّسْخ لَا يُصَار إِلَيْهِ مَعَ إِمْكَان
الْجَمْع لَوْ ثَبَتَ التَّارِيخ ، وَفِعْله صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لِبَيَانِ الْجَوَاز لَا يَكُون فِي حَقّه مَكْرُوهًا أَصْلًا ،
فَإِنَّهُ كَانَ يَفْعَل الشَّيْء لِلْبَيَانِ مَرَّة أَوْ مَرَّات ،
وَيُوَاظِب عَلَى الْأَفْضَل ، وَالْأَمْر بِالِاسْتِقَاءَةِ مَحْمُول
عَلَى الِاسْتِحْبَاب ، فَيُسْتَحَبّ لِمَنْ شَرِبَ قَائِمًا أَنْ
يَسْتَقِيء لِهَذَا الْحَدِيث الصَّحِيح الصَّرِيح ، فَإِنَّ الْأَمْر
إِذَا تَعَذَّرَ حَمْله عَلَى الْوُجُوب حُمِلَ عَلَى الِاسْتِحْبَاب
“Yang
tepat adalah larangan Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- mengenai
minum sambil berdiri dibawa ke makna makruh tanzih. Sedangkan dalil yang
menyatakan beliau minum sambil berdiri menunjukkan bolehnya. Adapun
yang mengklaim bahwa adanya naskh (penghapusan hukum) atau semacamnya,
maka itu keliru. Tidak perlu kita beralih ke naskh (penggabungan dalil)
ketika masih memungkinkan untuk menggabungkan dalil yang ada meskipun
telah adanya tarikh (diketahui dalil yang dahulu dan belakangan). Perbuatan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam minum sambil berdiri menunjukkan
bolehnya karena tidak mungkin kita katakan beliau melakukan yang makruh.
Beliau kadang melakukan sesuatu sekali atau berulang kali dalam rangka
untuk menjelaskan (suatu hukum). Dan kadang beliau merutinkan sesuatu
untuk menunjukkan afdholiyah (sesuatu yang lebih utama). Sedangkan dalil
yang memerintahkan untuk memuntahkan ketika seseorang minum sambil
berdiri menunjukkan perintah istihbab (sunnah, bukan wajib). Artinya,
disunnahkan bagi yang minum sambil berdiri untuk memuntahkan yang
diminum berdasarkan penunjukkan tegas dari hadits yang shahih ini.
Karena jika sesuatu tidak mampu dibawa ke makna wajib, maka dibawa ke
makna istihbab (sunnah).”(Fathul Bari, 10: 82)Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan,
وَالصَّوَاب
فِيهَا أَنَّ النَّهْي فِيهَا مَحْمُول عَلَى كَرَاهَة التَّنْزِيه .
وَأَمَّا شُرْبه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَائِمًا فَبَيَان
لِلْجَوَازِ ، فَلَا إِشْكَال وَلَا تَعَارُض
“Yang tepat dalam masalah ini, larangan minum sambil berdiri dibawa ke makna makruh tanzih (bukan haram). Adapun hadits yang menunjukkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam minum sambil berdiri, itu menunjukkan bolehnya. Sehingga tidak ada kerancuan dan pertentangan sama sekali antara dalil-dalil yang ada.” (Syarh Muslim, 13: 195)Penulis ‘Aunul Ma’bud berkata,
وَقَدْ
أَشْكَلَ عَلَى بَعْضهمْ وَجْه التَّوْفِيق بَيْن هَذِهِ الْأَحَادِيث
وَأَوَّلُوا فِيهَا بِمَا لَا جَدْوَى فِي نَقْله ، وَالصَّوَاب فِيهَا
أَنَّ النَّهْي مَحْمُول عَلَى كَرَاهَة التَّنْزِيه ، وَأَمَّا شُرْبه
قَائِمًا فَبَيَان لِلْجَوَازِ ، وَأَمَّا مَنْ زَعَمَ النَّسْخ أَوْ
الضَّعْف فَقَدْ غَلِطَ غَلَطًا فَاحِشًا . وَكَيْف يُصَار إِلَى النَّسْخ
مَعَ إِمْكَان الْجَمْع بَيْنهمَا لَوْ ثَبَتَ التَّارِيخ ، وَأَنَّى لَهُ
بِذَلِكَ وَإِلَى الْقَوْل بِالضَّعْفِ مَعَ صِحَّة الْكُلّ .
“Sebagian
orang bingung bagaimana cara mengkompromikan dalil-dalil yang ada
sampai-sampai mentakwil (menyelewengkan makna) sebagian dalil. Yang
tepat, dalil larangan dibawa ke makna makruh tanzih. Sedangkan dalil yang menunjukkan minum sambil berdiri menunjukkan bolehnya.
Adapun sebagian orang yang mengklaim adanya penghapusan (naskh) pada
dalil atau adanya dalil yang dho’if (lemah), maka itu keliru. Bagaimana
mungkin kita katakan adanya naskh (penghapusan) dilihat dari tarikh
(adanya dalil yang dahulu dan ada yang belakangan) sedangkan dalil-dalil
yang ada masih mungkin dijamak (digabungkan)? Bagaimana kita katakan
dalil yang ada itu dho’if (lemah), padahal semua dalil yang menjelaskan
hal tersebut shahih? ” (‘Aunul Ma’bud, 10: 131)Catatan: Sebagian orang mengatakan bahwa minum air zam-zam disunnahkan sambil berdiri berdasarkan riwayat-riwayat yang telah disebutkan di atas. Anggapan ini tidaklah tepat karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam minum zam-zam sambil berdiri menunjukkan kebolehkan saja agar orang tidak menganggapnya terlarang. Jadi yang beliau lakukan bukanlah suatu yang sunnah atau sesuatu yang dianjurkan. Sebagaimana dikatakan Al Bajuri dalam Hasyiyah Asy Syamail,
وإنما
شرب (ص) وهو قائم، مع نهيه عنه، لبيان الجواز، ففعله ليس مكروها في حقه،
بل واجب، فسقط قول بعضهم إنه يسن الشرب من زمزم قائما اتباعا له
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah minum sambil berdiri. Padahal di
sisi lain beliau melarangnya. Perbuatan minum sambil berdiri tadi
menunjukkan bolehnya. Jadi yang beliau lakukan bukanlah makruh dari sisi
beliau, bahkan bisa jadi wajib (untuk menjelaskan pada umat akan bolehnya).
Sehingga gugurlah pendapat sebagian orang yang menyatakan disunnahkan
minun air zam-zam sambil berdiri dalam rangka ittiba’ (mencontoh) Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Dinukil dari I’anatuth Tholibin, 3: 417)Amannya: Makan dan Minum Sambil Duduk
Mufti Saudi Arabia di masa silam, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah diajukan pertanyaan, “Sebagian hadits nabawiyah menjelaskan larangan makan dan minum sambil berdiri. Sebagian hadits lain memberikan keluasan untuk makan dan minum sambil berdiri. Apakah ini berarti kita tidak boleh makan dan minum sambil berdiri? Atau kita harus makan dan minum sambil duduk? Hadits mana yang lebih baik untuk diikuti?”
Syaikh rahimahullah menjawab:
Hadits-hadits yang membicarakan masalah ini shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu melarang minum sambil berdiri, dan makan semisal itu. Ada pula hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan beliau minum sambil berdiri. Masalah ini ada kelonggaran dan hadits yang membicarakan itu semua shahih, walhamdulillah. Sedangkan larangan yang ada menunjukkan makruh. Jika seseorang butuh makan sambil berdiri atau minum dengan berdiri, maka tidaklah masalah. Ada hadits shahih yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam minum sambil duduk dan berdiri. Jadi sekali lagi jika butuh, maka tidaklah masalah makan dan minum sambil berdiri. Namun jika dilakukan sambil duduk, itu yang lebih utama.
Ada hadits yang menjelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam minum air zam-zam sambil berdiri. Ada pula hadits dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu yang menjelaskan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam minum sambil berdiri dan duduk.
Intinya, masalah ini ada kelonggaran. Namun jika minum dan makan sambil duduk, itu yang lebih baik. Jika minum sambil berdiri tidaklah masalah, begitu pula makan sambil berdiri sah-sah saja. (Sumber fatwa: http://www.binbaz.org.sa/mat/3415)
Kami dapat simpulkan bahwa minum sambil berdiri itu boleh. Hal ini disamakan dengan makan sebagaimana keterangan dari Syaikh Ibnu Baz di atas. Namun langkah hati-hatinya, kita tetap minum atau makan dalam keadaan duduk dalam rangka kehati-hatian.
Wallahu a’lam bish showwab. Wallahu waliyyut taufiq fil ‘ilmi wal ‘amal.
07 Rajab 1433 H
Ummul Hamam, Riyadh, KSA.
Artikel: Rumaysho.com publish kembali oleh Moslemsunnah.Wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar